Rabu, 11 September 2013

KNOW YOUR SELF


KNOW YOUR SELF

(presentation by Hendra, Santo, & Novi)





Konflik dalam dunia kerja adalah hal yang lumrah
Salah satu penyebab konflik adalah tidak mengenal dan memahami sifat dan karakter orang lain
Memahami diri sendiri sama artinya mencari tahu segala kelebihan-kekurangan, sifat-karakter, tempramen, dan hal lain yang berhubungan denga diri sendiri.
Terutama bagi pemimpin, memahami diri sendiri adalah penting sebagai perwujudan memimpin diri sendiri. Hal itu dilakukan sebelum memimpin orang lain.
Pemimpin yang bias mengenal diri sendiri dengan mudah mengenal anggotaya dan meminimalkan konflik yang mungkin terjadi.

Menjadi Manusia berkepribadian
   Mengenal kemampua diri sendiri
   Mengenal kebutuhan
   Mengenal situasi di sekitar kita  
Mengenal kebutuhan orang lain


Laboratorium Diri
Perselisihan sering kali terjadi hanya karena perbedaan pendapat simple.
Karena perbedaan pendapat ini, orang sering kali merasa tidak diperhatikan.
Perbedaan tanpa adanya rasa saling pengertian akan menimbulkan konflik.
Kesamaan pendapat adalah cara yang paling tepat untuk meredakan perselisihan.
Diri kita adalah laboratorium kita sendiri.
Kebaradaan kita ditentukan oleh kita sendiri (menentukan pilihan sendiri dalam hidup kita).
Kita adalah orang2 yang menjalani hidup ini dengan suatu destiny pribadi lepas pribadi.
Orang yang berkepribadian tidak akan terkalahkan dalam kompetensi apapun.


 

Kamis, 20 Juni 2013

Upacara Kematian Rambu Solo'

Di wilayah Kabupaten Tana Toraja terdapat upacara adat yang terkenal dan tidak ada duanya di dunia, yaitu upacara adat Rambu Solo’ (upacara untuk memakamkan leluhur/ orang tua yang tercinta) sdengan acara Sapu Randanan, dan Tombi SaratuWilayah Barat dipimpin oleh To Ma’dika(orang yang dianggap berdarah putih).

Keistimewaan Rambu Solo'

Puncak dari upacara Rambu Solo disebut dengan upacara Rante yang dilaksanakan di sebuah “lapangan khusus”. Dalam upacara Rante ini terdapat beberapa rangkaian ritual yang selalu menarik perhatian para pengunjung, seperti proses pembungkusan jenazah (ma‘tudan, mebalun), pembubuhan ornamen dari benang emas dan perak pada peti jenazah (ma‘roto), penurunan jenazah ke lumbung untuk disemayamkan (ma‘popengkalo alang), dan proses pengusungan jenazah ke tempat peristirahatan terakhir (ma‘palao).
Selain itu, juga terdapat berbagai atrakasi budaya yang dipertontonkan, di antaranya: adu kerbau (mappasilaga tedong), kerbau-kerbau yang akan dikorbankan diadu terlebih dahulu sebelum disembelih; dan adu kaki (sisemba). Dalam upacara tersebut juga dipentaskan beberapa musik, seperti pa‘pompan, pa‘dali-dali dan unnosong; serta beberapa tarian, seperti pa‘badong, pa‘dondi, pa‘randing, pa‘katia, pa‘papanggan, passailo dan pa‘pasilaga tedong.
Menariknya lagi, kerbau disembelih dengan cara yang sangat unik dan merupakan ciri khas mayarakat Tana Toraja, yaitu menebas leher kerbau hanya dengan sekali tebasan. Jenis kerbau yang disembelih pun bukan kerbau biasa, tetapi kerbau bule (tedong bonga) yang harganya berkisar antara 10–50 juta perekor. Selain itu, juga terdapat pemandangan yang sangat menakjubkan, yaitu ketika iring-iringan para pelayat yang sedang mengantarkan jenazah menuju Puya, dari kejauhan tampak kain merah panjang bagaikan selendang raksasa membentang di antara pelayat tersebut.

Rambu Solo'

Rambu Solo' adalah upacara adat kematian masyarakat Tana Toraja yang bertujuan untuk menghormati dan mengantarkan arwah orang yang meninggal dunia menuju alam roh, yaitu kembali kepada keabadian bersama para leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan, disebut dengan Puya, yang terletak di bagian selatan tempat tinggal manusia. Upacara ini sering juga disebut upacara penyempurnaan kematian. Dikatakan demikian, karena orang yang meninggal baru dianggap benar-benar meninggal setelah seluruh prosesi upacara ini digenapi. Jika belum, maka orang yang meninggal tersebut hanya dianggap sebagai orang “sakit” atau “lemah”, sehingga ia tetap diperlakukan seperti halnya orang hidup, yaitu dibaringkan di tempat tidur dan diberi hidangan makanan dan minuman, bahkan selalu diajak berbicara.
Oleh karena itu, masyarakat setempat menganggap upacara ini sangat penting, karena kesempurnaan upacara ini akan menentukan posisi arwah orang yang meninggal tersebut, apakah sebagai arwah gentayangan (bombo), arwah yang mencapai tingkat dewa (to-membali puang), atau menjadi dewa pelindung (deata). Dalam konteks ini, upacara Rambu Solo menjadi sebuah “kewajiban”, sehingga dengan cara apapun masyarakat Tana Toraja akan mengadakannnya sebagai bentuk pengabdian kepada orang tua mereka yang meninggal dunia.
Kemeriahan upacara Rambu Solo ditentukan oleh status sosial keluarga yang meninggal, diukur dari jumlah hewan yang dikorbankan. Semakin banyak kerbau disembelih, semakin tinggi status sosialnya. Biasanya, untuk keluarga bangsawan, jumlah kerbau yang disembelih berkisar antara 24-100 ekor, sedangkan warga golongan menengah berkisar 8 ekor kerbau ditambah 50 ekor babi. Dulu, upacara ini hanya mampu dilaksanakan oleh keluarga bangsawan. Namun seiring dengan perkembangan ekonomi, strata sosial tidak lagi berdasarkan pada keturunan atau kedudukan, melainkan berdasarkan tingkat pendidikan dan kemampanan ekonomi. Saat ini, sudah banyak masyarakat Toraja dari strata sosial rakyat biasa menjadi hartawan, sehingga mampu menggelar upacara ini.